Stunting! PERSI Aceh: Persoalan Kita Bersama
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Aceh Dr. dr. Azharuddin, SpOT(K). [Foto: dok PERSI]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dinkes Aceh Barat menyebutkan bahwa data anak yang mengalami stunting di Aceh Barat mencapai 1.876 orang.
Dalam artian, kasus anak kekurangan gizi di Aceh cukup memprihatinkan. Apalagi, sebelumnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh pernah juga menyebutkan bahwa selama pandemi, penanganan stunting di Aceh sempat teralihkan akibat wabah virus corona.
Sehingga di tahun 2022, para tenaga kesehatan dan ahli medis itu berharap agar penanganan stunting di Aceh dapat digemborkan kembali.
Ihwal penanganan stunting di Aceh, salah satunya bersumber dari dana desa. Seperti di Aceh Barat misalnya, Asisten Setdakab Aceh Barat meminta kepala desa di sana untuk mengalokasikan dana desa untuk percepatan penanganan dan pencegahan stunting.
Namun, secara terpisah, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh menyebutkan jika dana desa yang tersisa di Pemerintah Aceh untuk tahun anggaran 2021 tersisa 12 persen lagi atau senilai Rp600 milyar dari total pagu Rp4,9 triliun.
Dengan besaran demikian, dana desa tahun 2021 dinilai sulit tercukupi untuk penanganan stunting karena anggaran dana desa juga harus dibagi-bagikan ke kabupaten/kota lain.
Sehingga, plot anggaran dana desa untuk penanganan stunting di Aceh disebut akan lebih efektif di tahun anggaran 2022 nanti.
Akan tetapi, sembari menunggu pencairan dana desa, penanganan stunting di Aceh tak boleh menunggu momentum. Karena persoalan stunting merupakan persoalan serius dan tak boleh disepelekan. Karena persoalannya ini melingkupi hulu dan hilir.
Begitulah penegasan yang disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Aceh Dr. dr. Azharuddin, SpOT(K).
Menurutnya, kiat memerangi stunting di tanah rencong, semua lapisan masyarakat ikut berkontribusi dalam menuruni angka stunting tersebut. Terutama, kata dia, dari orang terdekat si anak (orangtua).
Ia mengatakan, selama ini banyak orangtua di Aceh tidak begitu paham dan familiar dengan stunting. Minimnya sosialiasi terkadang membuat orangtua acuh atau kurang perhatian dengan masalah stunting.
dr Azharuddin menegaskan, penting diketahui bagi orangtua bahwa selama anak di dalam kandungan, kondisi kesehatan dan gizi seorang ibu yang mengandung harus tercukupi dengan baik.
Hal ini, kata dia, berimbas pada kesehatan bayi atau balita yang akan lahir ke depan dengan harapan bisa bergizi dengan baik.
Seorang ibu, jelas dr Azharuddin, di masa mengandung harus menanamkan pemahaman bahwa kesehatan dirinya adalah kesehatan bagi kandungannya juga.
"Di masa mengandung, ibu harus makan makanan bergizi. Kesehatan ibu harus jadi prioritas di keluarga selama 9 bulan 10 hari ibu mengandung," ujar dr Azharuddin kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Selasa (9/11/2021).
Ia meminta kepala keluarga untuk benar-benar menyisihkan penghasilan bulanan di masa ibu mengandung untuk mencukupi segala kebutuhannya dan untuk perkembangan janinnya.
Begitu sang anak lahir ke dunia, dr Azharuddin mengimbau agar sang ibu mengupayakan pemberian ASI secara eksklusif. Pemberian ASI dianjurkan hingga balita berusia dua tahun.
Selaku ahli medis, dr Azharuddin mengatakan bahwa pengentasan stunting tak bisa diselesaikan secara instan. Butuh pemahaman dan sosialiasi lebih, khususnya pada lini akar rumput.
Aparatur gampong seperti keuchik, ketua lorong, tokoh agama dan lainnya, kata dia, harus bisa meramu konsep agar anak-anak di kampungnya itu bisa terbebas dari bayang-bayang stunting atau kekurangan gizi.
dr Azharuddin menuturkan, pendekatan yang bisa dilakukan ialah pertama, mendengungkan kampanye anti stunting, kedua, suapi si anak dengan makanan yang sehat dan bergizi.
Terkhusus untuk makanan sehat dan bergizi, dr Azharuddin menyarankan agar masyarakat tak ambil pusing dengan hal itu. Karena di tingkat gampong, makanan bergizi bisa dijangkau dan tersedia dengan lengkap.
Ia mencontohkan semisal ikan segar tak berformalin, telur, daging, tahu, tempe dan jenis makanan lain yang menyehatkan.
"Pemahamannya begini, jika orangtua perhatian dengan apa yang dimakan anaknya, maka orangtua tersebut juga peduli dengan pengentasan stunting," jelasnya.
"Jadi, menurut saya sambil kita menunggu dana yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pengentasan stunting, partisipasi semua kita itu harus digerakkan," sambung dia.
1001 Cara Entaskan Stunting
Di sisi lain, Ketua PERSI Aceh itu juga berharap agar Pemerintah Aceh menumbuhkan kepedulian lebih terhadap masalah stunting anak di Aceh.
Berdasarkan cerita yang ia sampaikan, dr Azharuddin mengaku terkesima dengan salah satu kabupaten di Sulawesi. Di mana ada Bappeda yang sebenarnya bukan tupoksinya mengurus soal stunting anak, ikut serta dalam mengentaskan stunting di daerahnya.
"Kenapa demikian, karena bupatinya peduli penuh. Mereka menganggap anak-anaknya itu sebagai bagian dari aset di daerahnya," ungkap dr Azharuddin.
"Katakanlah jika pimpinan daerahnya sangat peduli dengan stunting! Saya yakin, 1001 cara bisa kita lakukan untuk memberantas stunting ini. Jadi tolong Pemerintah Aceh, tolong perhatikan masalah stunting," pintanya.
dr Azharuddin kembali menegaskan bahwa perkara stunting, dari hulu ke hilir harus saling merangkul bersama mengentaskan stunting di Bumi Bungong Seulanga.
"Kita semua terlibat. Harus dicamkan bahwa persoalan stunting adalah persoalan kita bersama," pungkasnya. [AKH]