Risman Rachman: Usulan Revisi Qanun LKS Sudah Dibajak Politisi Sentimen
Font: Ukuran: - +
Risman Rachman Pengamat Politik dan Pemerintahan
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Usulan revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS)yang diajukan Pemerintah Aceh terindikasi dibajak oleh politisi sentiman.
“Harusnya, usulan revisi qanun yang ditetapkan tahun 2018 itu menghasilkan “duel” argumen bukan sentimen,” ujar Risman Rachman, pengamat politik dan pemerintahan, Sabtu (3/6/2023).
Ternyata, sebelum DPR Aceh menjalankan tugasnya untuk menggali pikiran-pikiran dari berbagai pihak, percakapan publik yang elegan dengan pro - kontranya sukses dibajak oleh politisi berbasis modal sentimen.
Menurut amatan alumni IAIN Ar-Raniry (sekarang berubah menjadi UIN Ar-Raniry) itu ada dua bentuk sentimen yang dimainkan untuk membajak percakapan publik terkait usulan revisi Qanun LKS.
“Kedua sentimen ini sama-sama merusak akal sehat sekaligus menceridai akhlak orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir,” sebut Risman.
Pertama, Risman menyebut sentimen regulasi. Argumen yang diajukan adalah revisi Qanun LKS akan merusak UUPA yang diklaim hasil perjuangan dengan berdarah-darah.
“Padahal yang benar perjuangan berdarah-darah itu adalah keinginan merdeka karena menimbulkan korban dari semua pihak,” tambahnya.
Kalau UUPA, kata Risman adalah hasil adu argumen di DPR RI, tinjut dari MoU Helsinki, dan yang ikut dikawal oleh masyarakat sipil. Dan, UUPA pun awalnya juga dikritisi banyak pihak dengan alasan tidak sesuai MoU Helsinki.
“Saya berharap masyarakat tidak terkecoh dengan argumen bernuansa sentimen terkait usulan revisi Qanun LKS,” ajaknya.
Menurut Risman, perbedaan pendapat sangat wajar dan itu sunnatullah. Dalam konteks Qanun LKS, pasti ada yang setuju dengan argumen riba itu haram dan bank yang memberlakukan sistem riba juga haram.
Sebaliknya, akan tetap ada yang berbeda pandangan khususnya terhadap bank konvensional dan berargumen tidak haram.
“Harusnya sebagai negeri yang lebih tua dari Iran dalam memperjuangkan Islam sebagai way of lifenya, diskusi dan telaah keislaman di Aceh lebih hidup, lebih maju dan lebih progresif untuk maksud memajukan Aceh dan mensejahterakan rakyatnya,” ujar Risman.
Karena ini konteksnya revisi Qanun maka fokuslah pada substansinya seraya mencermati keadaan/kenyataan/fakta dilapangan sehingga perintah langit menjadi solusi bagi problem di bumi.
Kedua, Risman menyebut sentimen politik. Usulan revisi Qanun LKS dijadikan alat serang kepada Pj Gubernur Aceh.
Dengan narasi samar-samar, Pj Gubernur Aceh dikesankan sebagai aktor islamopobia dan sekuler yang bermaksud hendak memisahkan Aceh dengan syariat.
Pj Gubernur Aceh juga diposisikan sebagai pihak yang sudah membuat DPR Aceh diserang oleh berbagai pihak bahkan di demo karena mengangkat wacana revisi Qanun LKS, padahal yang mengusulkan revisi adalah Pemerintah Aceh melalui Pj Gubernur Aceh.
“Terkini, dan ini paling berbahaya. Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki diposisikan sebagai alat dari Pemerintah Pusat untuk merongrong pelaksanaan syariat Islam di Aceh,” ujar Risman.
Menurut mantan aktivis yang ikut aktif dalam mempromosikan jalan damai saat konflik Aceh masih berlangsung, jika sentimen politik sudah dibungkus dengan argumen konspirasi maka itu pertanda tidak baik bagi Aceh itu sendiri.
Ditambahkan, masyarakat tahu sejarah perjalanan syariat Islam di Aceh, siapa yang memperjuangkannya dan siapa yang menyebut syariat Islam bukan sebagai prioritas dan melihatnya sebagai bingkisan yang diletakkan di depan parlemen Aceh.
Berargumen dengan sentiman apalagi disertai tudingan dan tuduhan juga disebutnya bukan sebagai akhlak yang diinginkan oleh Islam.
“Dan dengan membunyikan ke publik Aceh dan non Aceh, jelas berdampak politik yang lebih luas. Bagaimana nasib putra-putri Aceh yang hidup dan berkarir di luar Aceh jika orang di daerah lain juga bertindak di atas dasar sentimen?,” sebutnya.
Dalam amatannya, politik sentimen juga muncul saat seleksi Direktur Utama Bank Aceh Syariah. Percakapan publik yang mewacanan sosok Dirut yang profesional agar mampu memperbaiki kinerja Bank Aceh Syariah juga dibajak sejumlah tokoh dengan argumen sentimen.
“Walau kemudian yang terpilih orang Aceh tapi jejak digital argumen sentimen sudah tidak bisa lagi dihapus,” tambahnya.
Risman mengajak masyarakat untuk tidak mudah termakan dengan argumen sentimen. Argumen itu dasarnya adalah data dan fakta. Qanun LKS pun bisa diukur efektivitasnya sebagai regulasi. Misalnya apakah rasio pembiayaan untuk UMKM sebesar 40 persen yang disyaratkan oleh qanun sudah tercapai.
“Begitu juga dapat diselidi kinerja dalam mewujudkan akad berbasis bagi hasil yang disyaratkan tercapai 40 persen pada tahun 2024,” kata Risman.
Perbincangan substantif dan prosedural terkait Qanun LKS juga menarik untuk menjmbang apakah posisi Dewan Syariah Aceh cukup strategis sebagai perwakilan dari Dewan Syariah Nasional.
“Bagaimana DSA dapat bergerak cepat dan efektif serta solutif jika ada praktek yang tidak syariah? Jadi, ada banyak yang menarik untuk didalami dalam semua tahapan revisi sebuah qanun,” tutup Risman yang mengajak semua pihak untuk meninggalkan dan menanggalkan argumen yang berbasis sentimen.