May Day, LBH Banda Aceh: Negara Masih Mengabaikan Hak Buruh
Font: Ukuran: - +
Direktur LBH Banda Aceh, Syarul. Foto:Ist
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penetapan 1 Mei sebagai hari buruh seharusnya menjadi referensi bagi pemerintah dalam upaya pemenuhan hak-hak buruh. Rentang waktu usia 74 tahun Indonesia merdeka, belum mampu menjamin tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak-hak dasar warga negara, termasuk hak dan jaminan kesejahteraan terhadap buruh.
"Kenyataannya malah berbalik, pengabaian terhadap hak dan kewajiban perlindungan buruh malah semakin merajalela," ujar Direktur LBH Banda Aceh Syahrul, S.H., M.H. melalui rilis yang disampaikan kepada Dialeksis.com, Selasa, (30/4).
Syahrul menyebutkan, sampai saat ini LBH Banda Aceh melihat, negara masih mengabaikan tugas dan tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan buruh. Pemerintah lalai dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang kerap melakukan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja.
"Seperti tidak memenuhi jaminan kesehatan, jaminan keselamatan pekerja dan atau jaminan sosial lainnya sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan," ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, masih banyak terdapat perusahaan yang tidak patuh terhadap pembayaran gaji sesuai dengan upah minimum yang telah ditentukan.
"Terhadap permasalahan itu, pemerintah masih kerap melakukan pengabaian untuk melakukan tindakan tegas sesuai keweangan yang telah diberikan oleh undang-undang," sebut Syahrul.
Dalam sektor lain, lanjutnya, di Aceh juga terdapat perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak, lalu tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan aturan dan undang-undang. Ia mengungkapkan, sejak tahun 2018 sampai dengan saat ini LBH Banda Aceh sedang menangani 300 kasus pekerja yang di PHK tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"300 pekerja ini di PHK secara sepihak oleh salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit di Aceh tamiang tanpa memenuhi hak pekerja, salah satunya memberikan pesangon sesuai dengan perintah undang-undang", ucapnya.
Ia berharap, pemerintah proaktif dalam pemenuhan hak tenaga kerja dan aktif melakukan pengawasan serta bertindak tegas memberikan hukuman kepada perusahaan yang mengabaikan hak-hak tenaga kerja.
Ia juga meminta pemerintah untuk melakukan peninjauan ulang terhadap PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan agar bisa disesuaikan dengan kebutuhan, mengingat kebutuhan pokok terus meningkat. Dia juga menyinggung soal penghapusan sistem outsourching.
"agar sistem perbudakan terhadap tenaga kerja benar benar di negara yang merdeka ini. Memastikan jaminan sosial ketenagakerjaan benar-benar terpenuhi bagi seluruh tenaga kerja," demikan Syahrul.