Kasus Pungli di Aceh Besar, Penuntut Umum Ajukan Keberatan Atas Eksepsi Terdakwa
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zakir
Pengadilan Negeri Jantho menggelar sidang kedua perkara kasus Pungli yang ditangkap Satgas Saber Pungli di lokasi wisata Pantai Cemara Pulo Kapuk, Lhoknga. Sidang berlangsung Rabu (2/2/2022) dengan menghadirkan kelima Terdakwa. [Foto: Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Jantho - Pengadilan Negeri (PN) Jantho kembali menggelar sidang perkara kasus Pungli (Pungutan Liar) dengan Terdakwa berjumlah lima orang. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri setempat, Rabu (2/2/2022) dengan agenda Pembacaan Eksepsi (penolakan/kebertan) Terdakwa
Dalam sidang pembacaan eksepsi itu, Hakim turut menghadirkan kelima tersangka. Melalui Penasehat Hukumnya, Yulfan SH, para Terdakwa menyampaikan keberatan atau tidak sepakat dengan dakwaan Penuntut Umum.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum telah membacakan tuntutan terhadap para Terdakwa dalam sidang perdana yang digelar pada Rabu (26/1/2022) lalu. Sidang perda ini, Hakim menghadirkan kelima Terdakwa secara virtual dari Rumah Tahanan (Rutan) Jantho.
“Para Terdakwa tidak sepakat dengan dakwaan Penuntut Umum. Kita dari pihak Penuntut Umum juga mengajukan keberatan atas jawaban eksepsi Terdakwa melalui Penasehat Hukum. Apa yang akan kita bantah, ini masih kita pelajari dulu. Kita akan mempersiapkan bahan-bahannya untuk disampaikan pada sidang berikutnya. Kita pelajari dan kita akan membalas eksepsi dari Penasehat Hukum Terdakwa,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rais Aufar SH.
Sidang selanjut akan digelar pada Rabu (9/2/2022) dengan agenda Tanggapan Penuntut Umum atas Eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa.
Seperti diberitakan sebelumnya, kelima Terdakwa ditangkap Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) di lokasi wisata Pantai Cemara Pulo Kapuk Gampong Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, pada Agustus 2019 lalu.
Para Terdakwa yang masing-masing atas nama Fahrial (Terdakwa I), Debi Yunita (Terdakwa II), Asraruddin (Terdakwa III), Bayuni (Terdakwa IV), dan Heri Candra (Terdakwa V) mengambil uang atau tiket masuk bagi setiap pengunjung ke lokasi wisata tersebut seharga Rp 5.000 secara ilegal. Uang kutipan tersebut tak masuk ke kas Pemkab Aceh Besar atau Kas Desa Setempat.
Namun kasus tersebut, sejauh ini belum mengarah ke aktor lain. Apakah para Terdakwa mengambil uang tiket masuk disetor ke pihak tertentu juga belum diketahui karena persidangan kasus tersebut belum mengarah kesana. Bila para Terdakwa menyetor uang tiket masuk ke lokasi wisata Pantai Cemara ke pihak tertentu, berarti ada aktor lain yang mengendalikan lokasi wisata tersebut yang merupakan tanah HGU (Hak Guna Usaha). Bila aktor tersebut yang mengendalikan kawasan HGU dimaksud, tentu termasuk “mafia tanah” yang sedang diperangi oleh Pemerintahan Jokowi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) para Terdakwa, Rais Aufar SH saat disinggung terkait praktik “mafia tanah” dalam kasus tersebut mengatakan, belum mengarah kesana. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), kata Rais, juga tidak disebutkan masalah tersebut. “Dalam BAP tidak disebutkan masalah itu. Mungkin saja sidang-sidang selanjutnya akan mengarah kesana,” ujar Rais Aufar SH.
Sementara Penasehat Hukum para Terdakwa, Yulfan SH, tidak mau menanggapi dugaan adanya praktik mafia tanah dalam kasus yang menjerat kelima Terdakwa tersebut. [Zakir]
- KASUS PUNGLI
- PENGADILAN NEGERI JANTHO
- PUNGLI DI ACEH BESAR
- PANTAI CEMARA
- PULO KAPUK
- WISATA PULO KAPUK