Kasus Pemerkosaan Anak Dibawah Umur di Abdya, Ini Kata Kuasa Hukum Terdakwa
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Ilustrasi palu sidang. [Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Hakim Mahkamah Syariah Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) memvonis bebas terdakwa pelaku pemerkosa anak di bawah umur.
Putusan tersebut dibaca pada Senin (25/7/2022). Diketahui kasus pemerkosaan tersebut dilakukan pelaku yang masih berusia 14 tahun, sedangkan korbannya masih berusia 8 tahun.
Kasus ini dimula saat korban diajak kakak pelaku ke rumah pelaku pada awal tahun 2021. Korban dan kakak pelaku disebut sangat suka membuat konten untuk media sosial atau Tik Tok.
Tak lama kemudian, kakak pelaku pergi ke kamar mandi dan meninggalkan korban di ruang tamu. Pelaku yang berada di kamar tiba-tiba menarik korban dan melakukan pemerkosaan terhadap korban.
Ketika usai memperkosa korban, selanjutnya korban pulang ke rumahnya dalam keadaan murung. Ibunya (Ibu korban) menanyakan hal tersebut kepada korban, ketika didesak akhirnya korban mengaku telah diperkosa pelaku.
Hingga akhirnya, kasus tersebut dilaporkan ke meja hijau. Dalam persidangan dengan nomor perkara: 1/JN.Anak/2022/MS.Bpd, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 60 bulan penjara di LPKA.
Kuasa Hukum Sebut Tuduhan terhadap Terdakwa hanya Fitnah
Kuasa Hukum Terdakwa, Tarmizi Yakub menilai bahwa perbuatan yang dituduhkan ke terdakwa hanya fitnah.
Menurutnya, kasus pemerkosaan ini terkesan terlalu dipaksakan. Hal ini dikarenakan kasus dugaan pemerkosaan yang diadili di MS Blangpidie itu tidak terpenuhi minimal dua alat bukti.
Namun berdasarkan fakta di persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebut seharusnya menuntut bebas terdakwa.
Ia mengatakan, karena perbuatan yang dituduhkan dalam surat dakwaan JPU terhadap terdakwa sama sekali tidak terbukti di persidangan.
Seharusnya, katanya, JPU tidak bisa menyatakan perkara ini lengkap dan tidak bisa pula dilimpahkan ke persidangan.
“Saksi fakta dalam persidangan, yaitu nenek dan kakak terdakwa membantah terdakwa telah memperkosa korban,” sebut Tarmizi kepada Dialeksis.com saat diwawancara langsung, Kamis (28/7/2022).
Ia menjelaskan, pada tanggal pemerkosaan tersebut terjadi pada 17 Desember 2021, kala itu terdakwa sedang bermain bersama teman-temannya di luar rumah.
Dirinya menegaskan lagi, perbuatan keji yang dituduhkan kepada terdakwa itu merupakan fitnah belaka. Saat itu, kata Tarmizi, terdakwa sedang bermain bersama teman-temannya.
Kemudian, Ia menyebutkan, kasus tersebut terjadi pada 17 Desember 2021, namun korban dan ibunya baru diperiksa pada 11 Januari 2022, bahkan korban disebut sampai dua kali divisum pada hari kejadian dan pada 4 Januari 2022.
Tarmizi juga menyebutkan, psikolog yang memeriksa terdakwa dalam kasus ini merupakan orang yang tidak berkompeten di bidangnya. Bahkan, Tarmizi mengatakan, psikolog terkesan sangat ngotot atau sangat emosional menyebutkan bahwa terdakwa adalah pemerkosa atau pelaku dalam kasus ini.
Ia sangat mengapresiasi putusan Majelis Hakim MS Blangpidie dengan segala keterbatasan baik aturan hukum di Qanun, serta minimnya pengalaman hakim dalam mengadili perkara Jinayat.
“Dengan segala keterbatasan baik aturan serta minimnya pengalaman hakim dalam mengadili perkara jinayat, namun majelis hakim dapat menegakkan kebenaran, mewujudkan keadilan,” ujarnya.
Namun Ia merasa prihatin dengan pernyataan JPU dan Kuasa Hukum anak korban di sejumlah pemberitaan yang dimana seakan-akan praduga tak bersalah sudah tidak berlaku di negeri ini.
“Ketika orang yang dihadirkan ke persidangan maka orang tersebut sudah dianggap bersalah, dan jika Hakim membebaskan atau memutus bebas, hakimnya disebut sudah salah langkah atau disebut bersalah dalam mengambil putusan,” pungkasnya. [ftr/bna]