[Foto Cerita] Membangun Ekonomi Kreatif Bersama Petani Garam Lam Ujong
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sabtu (5/10/2019) itu, Azhar Idris (52) warga Gampong Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar sedang merebus air asin dalam kuali besi persegi di gubuk garam miliknya.
Ia mengaku sudah 20 tahun menjadi petani garam. Saban hari Azhar mengeringkan air asin secara tradisional dengan cara direbus menggunakan kuali besar.
Mereka lah para petani garam yang berjasa membuat piring-piring masakan untuk tidak terasa hambar.
Akhir tahun 2017 lalu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, membuat enam proyek percontohan pembuatan garam yang sehat, aman, dan halal (SAH) dengan metode tunnel dan membran plastik di sejumlah kabupaten di Aceh, yaitu Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, dan Aceh Utara.
Lima daerah ini dijadikan proyek percontohan pembuat garam yang SAH, untuk mendorong industri garam terus berkembang dan maju dengan kualitas premium.
Azhar bersama kawan-kawan kala itu mengikuti pelatihan membuat garam yang SAH mewakili Kabupaten Aceh Besar. Di lahan pengolahan garam Gampong Lam Ujong seluas 3 hektare, Azhar bersama 6 orang warga setempat kemudian mendirikan 6 tunnel plastik ukuran 3,8 x 21 meter.
Lahan produksi garam Lam Ujong dengan luas 3 hektar milik beberapa kelompok tani garam, salah satunya adalah Azhar Idris.Panen garam kristal sebanyak 1-2 ton per bulan. Garam kristal ini untuk kebutuhan industri seperti membuat es, pakan ternak, pengasinan ikan dan lainnya.
Garam kristal ini dikenal juga dengan istilah garam goni, karena setelah panen garam ini dikemas dalam bentuk goni dengan berat 60 kg.
Dari sistem tunnel, mereka menghasilkan garam kristal (garam industri) sebanyak 1 - 2 ton per bulan jika cuacanya bagus, seperti musim kemarau. Namun bila di musim penghujan, hasil produksi bisa berkurang.
Prospek garam kristal sangat menjanjikan karena pengunaan garam kristal dipakai untuk kebutuhan industri seperti untuk pembuatan pakan ternak, pembuatan es, pengasinan ikan, dan bahan baku industri lainnya. Jumlah permintaan akan semakin tinggi seiring pertumbuhan industri Aceh meningkat.
Selain dengan sistem jemur secara kelompok, di lahan yang sama, warga setempat juga memproduksi garam rebus di area produksi masing-masing. Ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Termasuk Azhar. Ia memiliki sebuah gubuk kayu berukuran 4 x 4 meter. Dari cara tradisional ini, ia bisa menghasilkan 120-160 kg garam per hari.
Azhar memasukkan kayu bakar kedalam tungku, ia butuh 3-4 jam untuk mengeringkan air asin hingga menjadi garam.
Garam sedang direbus secara tradisional di gubuk.
Proses pemindahan garam ke dalam tong penyimpanan.
Garam dipindahkah ke tong penyimpanan.
Garam rebus Azhar ini didistribusikan ke berbagai pelosok di Aceh melaui penampung yang membeli garamnya sebanyak 150 kg tiap harinya. Sejumlah warung makan dan kedai kelontong yang membeli garam milik Azhar dengan jumlah yang banyak.
Bahkan warung makan ternama di Banda Aceh hanya mau menggunakan garam Lam Ujong sebagai bahan dapur. Setiap hari petani garam tradisional Lam Ujong menyumbang 100-200 kg garam.
Jika dikumpulkan jumlah produksi garam rebus di Lam Ujong mencapai 900 kg perhari. Jumlah tersebut di distribusikan ke berbagai pelosok Aceh besar dan Banda Aceh.
Tekstur garam Gampong Lam Ujong yang khas, putih dan halus.
Garam tradisional Lam Ujong sangat menjanjikan, sebagai petani garam, Azhar mengalami kewalahan mengimbangi jumlah permintaan paar yang kian meningkat. Hal ini juga akan terus mendorong semangat bagi petani garam untuk terus memproduksi garam dengan skala yang lebih besar.
Azhar berjalan menuju gubuk garam miliknya di Gampong Lam Ujong, Baitussalam, Aceh Besar
Salah satu warung makan ternama di Banda Aceh menggunakan garam tradisional garam Lam Ujong sebagai bahan dapur.
Azhar menaruh harapan besar pada pemerintah untuk terus membina petani garam Lam Ujong serta mengeluarkan sertifikat halal dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Dengan begitu garam Lam Ujong mendapat kepercayaan di hati masyarakat Indonesia khususnya Aceh, sehingga garam Lam Ujong mampu bersaing di tingkat nasional. (Foto dan Teks: Ikbal Fanika/Dialeksis.com).