Dr. Bayu Jelaskan Hal Terkait Posisi Pancasila sebagai Wacana
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizky
[Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dosen Universitas Negeri Yogyakarta, Dr. Bayu Wahyono jelaskan beberapa hal terkait posisi pancasila sebagai wacana.
Hal tersebut disampaikan dalam diskusi "Masihkah Pancasila Sakti?" yang dikutip Dialeksis.com pada kanal Youtube Institut Filsafat Pancasila, Minggu (2/10/2022).
Setelah melewati kurang lebih lima dekade sejak hari Kesaktian Pancasila ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada 1 Oktober. Pancasila masih terus menghadapi tantangan dan kesaktian Pancasila karenanya terus mengalami ujian. Tantangan itu tentu saja telah mengalami perubahan, bukan lagi dari
Partai Komunis, tetapi dari berbagai pihak termasuk munculnya politik identitas. Selain itu, tantangan lain yang tidak kalah pentingnya adalah "penggerogotan" pancasila dari meluasnya beragam kebijakan dan produk undang-undang yang sebenarnya tidak sejalan dengan pancasila sebagai dasar filsafat dan ideologi negara. Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk merefleksikan makna peringatan hari kesaktian Pancasila dalam perspektif kontemporer.
Dr. Bayu mengatakan, posisi pancasila yakni sebagai dasar negara, kesepakatan politik, dan kesepakatan moral yang berkaitan dengan pandangan hidup bangsa.
"Pancasila mengalami pasang surut pada saat awal kemerdekaan, era orde baru, dan pasca orde baru," ucapnya.
Lanjutnya, pancasila secara simbolik dilihat lebih esensialistik, sumber nilai yang baku, tafsir tunggal negara, dan warga negara yang hanya sebagai subjek.
Ia juga menjelaskan, pancasila sebagai wacana, artinya sebagai gagasan. Pertama, wacana dianggap gugusan ilmu pengetahian yang memproduksi gagasan oleh manusia sebagai subjek. Kedua, wacana juga bisa dipahami sebagai proses pencarian pengetahuan yang diproduksi secara sosial.
Ketiga, wacana itu merepresentasikan dan menyatakan apa yang real yaitu sebagai bentuk praktik sosial dari kalangan masyarakat. Selanjutnya, pemahaman terhadap konsep wacana hanya sebagai teks dan sesuatu yang baru dipikirkan boleh dikatakan masih kurang benar.
Kemudian, pancasila juga terpelihara sebagai imajinasi kolektif warga negara, seperti semua lembaga layanan yang diselenggarakan negara perlu mencantumkan pancasila, ekonomi pancasila, dan perbankan pancasila.
"Terhadap tindak korupsi, intoleran, otoriter, warga masyarakat harus menyebutnya sebagai tindakan tindak pancasilais," pungkasnya [Au]