Beranda / Sosok Kita / Calon Legislatif / Tenaga Kerja Cina Masuk Aceh, Kekhawatiran Nasir Djamil Terbukti

Tenaga Kerja Cina Masuk Aceh, Kekhawatiran Nasir Djamil Terbukti

Selasa, 02 April 2019 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Politisi M. Nasir Djamil sejak tahun 2016 telah mewanti-wanti pemerintah terkait tenaga kerja asing akibat dikeluarkannya aturan bebas visa.

DIALEKSIS.COM | Aceh - Awal tahun 2019, publik Aceh dikejutkan dangan kabar masuknya puluhan tenaga kerja asing asal cina di Aceh. Sebanyak 51 orang tenaga kerja asing atau TKA asal Cina, tepergok sedang bekerja di PT Shandong Licun Power Plant Technology Co.Ltd, yang lokasinya berada di PT Lafarge Holcim Indonesia di Lhoknga, Aceh Besar. 

TKA tersebut diketahui tanpa dokumen lengkap, saat digrebek oleh Dinas Tenaga Kerja Aceh. Ihwalnya 51 TKA itu sebagian dari mereka telah diminta untuk memperbaiki dokumen sampai batas waktu yang ditetapkan. Namun imbauan tersebut tidak diindahkan. Sehingga Disnaker Aceh mengambil sikap tegas meminta keseluruhannya untuk meninggalkan Aceh.

Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Aceh, Rahmad Raden, kepada pers beberapa waktu lalu mengatakan, para pekerja asing tersebut sebenarnya memiliki dokumen. Hanya saja dokumen yang mereka kantongi tercatat sebagai jasa kontribusi. Sedangkan prakteknya mereka bekerja sebagai teknisi untuk pembangkit listrik.

Meski kasus ini telah mereda, namun tidak banyak yang menyadari bahwa kekhawatiran gelombang tenaga kerja asing yang menyerbu Indonesia pada umumnya dan Aceh khususnya, sudah jauh hari diwarning oleh Politisi Senayan dari fraksi PKS, M. Nasir Djamil pada tahun 2016.

Nasir jamil mewanti wanti, maraknya beragam kasus yang melibatkan warga negara asing, termasuk Cina harus menjadi perhatian pemerintah. Kasus-kasus itu dinilai bagian dari ketidaksiapan pemerintah pascapenerapan kebijakan bebas visa.

Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan harus ada tindakan lebih lanjut terkait kebijakan bebas visa terhadap warga negara asing, tidak hanya terhadap Cina tetapi juga negara lainnya. Dirinya mengusulkan untuk dicabut bebas visa.

"Bukan dievaluasi tapi dicabut kebijakan itu (bebas visa). Setelah dicabut baru dievaluasi," kata Nasir seperti dikutip Republika.

Nasir Djamil berpendapat kebijakan bebas visa yang saat ini diberlakukan di Indonesia tidak diikuti kesiapan aparatur dalam menghadapi dan menyeleksi warga asing yang masuk ke Indonesia. Kebijakan bebas visa membuat warga negara asing datang dari berbagai pintu masuk di Indonesia. Sayangnya, kemudahan ini dapat memudahkan akses bagi para oknum dari mancanegara untuk melakukan kejahatan di Tanah Air.

Saat ini jumlah negara yang mendapatkan pemberlakukan bebas visa kunjungan dari Indonesia dinilai terlalu banyak yaitu 169 negara. Kebijakan tersebut justru dinilai berdampak kurang sehat bagi keamanan Indonesia.

Sejak menjabat 2014, sedikitnya tercatat tiga kali Presiden Joko Widodo melansir peraturan Presiden (perpres) yang berkaitan dengan bebas visa kunjungan. Pertama, Perpres No 69/2015 tentang Bebas Visa Kunjungan (45 negara) pada 9 Juni 2016. Kemudian, Perpres No 104/2015 tentang Perubahan atas Perpres No 69/2015 (75 negara). Serta Perpres No 21/2016 (169 negara) tertanggal 2 Maret 2016. Alasan di balik kebijakan ini menurut Presiden adalah untuk meningkatkan devisa melalui pariwisata. (PD)


Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda