Lonjakan Harga Pangan Beras Mengkhawatirkan, Pemerintah Dapat Melakukan Empat Langkah Strategis
Font: Ukuran: - +
Reporter : redaksi
Dr. T. Saiful Bahri, Dosen Fakultas Pertanian Jurusan Agribisnis Universitas Syiah Kuala menyampaikan tidak terkontrolnya harga pangan beras dapat diminimalisir dengan sejumlah langkah strategis. [Foto: for Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Harga komoditas pangan, khususnya beras, selama enam bulan terus bergejolak. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional pada Kamis (8/2/2024), harga berbagai jenis beras tercatat terus bergerak naik dibandingkan hari sebelumnya.
Harga beras kualitas bawah I naik tipis sebesar 1,08% menjadi Rp14.000 per kilogram dan beras kualitas bawah II naik 1,47% menjadi Rp13.850 per kilogram. Harga beras kualitas medium I naik 1% menjadi Rp15.100 per kilogram dan beras kualitas medium II naik 1,35% menjadi Rp15.000 per kilogram. Lalu, harga beras kualitas super I naik 1,23% menjadi Rp16.500 per kilogram dan beras kualitas super II naik 1,58% menjadi Rp16.050 per kilogram.
"Tidak terkontrolnya lonjakan harga pangan beras ini sangat mengkhawatirkan bagi ketahanan nasional kita," sebut Dr. T. Saiful Bahri, Dosen Fakultas Pertanian Jurusan Agribisnis Universitas Syiah Kuala (USK) kepada Dialeksis.com, Jum'at (9/2/2024).
Sayangnya, ucap Saiful, kurangnya produksi beras dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, pemerintah melakukan upaya instan berupa impor.
"Impor menjadi pilihan sangat rasional untuk jangka pendek guna menghindari kekurangan pasokan pangan bagi masyarakat," ucapnya.
Menurut dirinya, lonjakan harga beras harusnya dimitigasi secara baik oleh pemerintah. Untuk dapat mengetahui kebijakan terbaik dalam menciptakan stabilitas harga pangan serta terciptanya kemandirian dan ketahanan pangan nasional, ada beberapa masalah yang menjadi penyebab dari tidak stabilnya harga pangan ini dalam rantai pasok pangan.
"Pertama, berkurangnya luas lahan pertanian akibat alih fungsi ke sektor non pangan. Kedua, adanya fenomena El Nino dan dan El Nina yang mempengaruhi produksi dan produktivitas pangan," ucap Saiful.
Lanjutnya, ketiga, data dan informasi dalam rantai pasok dari hulu sampai ke hilir yang masih belum baik, dan keempat, ketidakadilan harga pangan bagi masyarakat tani, sehingga sebahagian meninggalkan usaha tani.
"Pemerintah dalam hal ini perlu melakukan beberapa hal yang dapat meminimalkan ketidakstabilan harga pangan," jelasnya.
Pertama, meningkatkan produksi pangan melalui ekstensifikasi dan instensifikasi yang dapat ditempuh dengan menambah luas lahan pertanian tanaman pangan dengan menyediakan infrastruktur pendukung yang memadai seperti irigasi, sarana produksi, termasuk pembiayaan yang murah dan mudah.
Kedua, untuk meminimalisir dampak El Nino dan El Nina, maka perlu adanya riset dan pengkajian dalam hal penyediaan input yang dapat beradaptasi dengan El Nino dan El Nina serta infrastrukturnya.
Ketiga, penguatan informasi mengenai data pada setiap tingkatan pelaku dalam rantai pasok untuk memudahkan intervensi yang dibutuhkan.
"Keempat, menyediakan fasilitas subsidi input yang cukup jumlah bagi usaha tani pangan, dan menjadikan cadangan pangan pemerintah sebagi cadangan yang dinamis dengan menguasai pasar antara 17-20 %, sehingga harga akan stabil," pungkas Dr T Saiful Bahri. [red]