Beranda / Dialog / Raihan Iskandar: Garbi Ingin Mengubah Nasib Bangsa

Raihan Iskandar: Garbi Ingin Mengubah Nasib Bangsa

Selasa, 06 Agustus 2019 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Raihan Iskandar, Ketua Zona Garbi. [FOTO: IST]

DIALEKSIS.COM - Kehadiran Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) dipandang pro-kontra. Ada yang menyebut gerakan ini ingin menggerakkan pemikiran baru untuk Indonesia. 

Namun secara politis gerakan yang dicetus Anis Matta ini akan hadir dalam bentuk partai politik untuk memecah belah suara Partai Keadilan Sejahtera (PKS).  

Dialeksis.com berkesempatan mewawancarai Ketua Zona Garbi, Raihan Iskandar, yang merupakan putra Aceh kelahiran Jakarta.

Baca: Anis Matta Menggagas Arah Baru Indonesia

Untuk diketahui, Raihan Iskandar merupakan anggota DPR RI periode 2009-2014 dan masuk dalam anggota Komisi X Bidang Pendidikan dan Kepemudaan.

Pria yang akrab disapa Ustad Raihan ini memulai karir politiknya sejak 2004 saat ia terpilih sebagai anggota DPRA periode 2004-2009. 

Eks Pembina Markaz Dakwah Al-Islah Banda Aceh ini juga pernah menjabat Ketua Umum DPW PKS Aceh dan Ketua MPW PKS Aceh tahun 2006-2009.

Raihan Iskandar disebut sebagai Deklarator Garbi Aceh. Pada awal 2019, dia sudah membentuk beberapa chapter Garbi di berbagai daerah di Aceh. 

Berikut petikan dialog Dialeksis.com dengan alumni Magister Manajemen Unsyiah ini, pada 29 Juli 2019.

Secara filosofi, apa yang melatarbelakangi lahirnya Garbi lalu bertransformasi menjadi gerakan politik menjadi Partai Gelora?

Belum, belum bertransformasi, Garbi ya Garbi.

Saya dengar mau bertransformasi menjadi Partai Gelora, apa benar?

Belum. Kalau secara ini masih bersifat ormas.

Filosofi Garbi lahir bagaimana ceritanya?

Kegelisahan terhadap nasib bangsa. Kita kan sudah 20 tahun reformasi, peran bangsa ini untuk tampil di pentas dunia belum kelihatan. 

Kemudian dari inisiatornya Anis Matta dan Fahri Hamzah kepingin supaya Indonesia ini bisa lebih berdaya guna di pentas dunia. Makanya visi besar itu membawa kepada lima besar kekuatan dunia.

Apakah Garbi ini muncul karena partai yang saat ini dihuni para inisiator ini sudah tidak on the track?

Diantaranya mungkin ada sebab itu. Kita ingin kekosongan narasi yang selama ini kita lihat terhadap bangsa ini seperti tampil menyuarakan ide-ide ke-Indonesia-an di pentas dunia. Itu yang kita lihat kurang.

Baik PKS maupun partai-partai lain selama ini kan sibuk dengan diri kita sendiri sementara untuk merajut kekuatan bersama itu kita lihat belum. Kita masih sibuk dengan diri kita, kita sibuk dengan, ya.. saling bergumul mungkin.  

Padahal potensi yang kita punya ini dari semenjak era reformasi, pengalaman kita berpolitik itu sudah sangat luar biasa, dan itu seharusnya kita bisa saling merajut mengumpulkan satu kekuatan besar.

Kalau bicara kekuatan besar, Garbi ini kan jebolan dari PKS, apakah dengan kemunculan partai ini menjadi satu alternatif bagi mereka yang di internal partai hijrah ke Garbi karena PKS sudah tidak konsisten lagi?

Ada beberapa ruang yang menyempit, hasilnya di dalam ini kan ada suasana konflik. Konfliknya kalau kita lihat tidak signifikan untuk bekerja yang lebih besar, karena suasananya lebih personal.

Nah, dengan kita ada di alam yang lebih luas maka bisa melihat. Sudahlah kita tidak lagi membicarakan konflik tapi ini ada ide yang ingin kita sampaikan yang di PKS itu disalahpahami, ketika dibawa keluar bisa lebih mudah dipahami ide besar ini.

Kalau di PKS ini (Arah Baru Indonesia_red) sudah salah dipahami sebagai kepentingan personal. Agak sulit juga kalau dipaksakan terus begitu menjadi tidak sehat. 

Mendingan kita selesaikan konflik dengan dewasa sehingga melahirkan, ya tidak lagi berbicara konflik lah, kita kerja besar aja lah, gitu kan. Apalagi paska pilpres begitu ya.

Ini kan sebenarnya terlalu banyak potensi yang kita miliki sehingga terfokuskan kepada personal-personal. 

Kalau kita bisa menawarkan narasi-narasi untuk kepentingan bangsa yang lebih besar, atau sama-sama menyelesaikan masalah bangsa ini dengan pendekatan yang lebih diterima oleh semua pihak, sebenarnya semua punya keinginan yang baik untuk menyelesaikan membawa Indonesia ke pentas dunia, semua punya keinginan seperti itu, kan?

Cuma mungkin sudut pandang kita selama ini kita asik dengan lingkungan kita sendiri-sendiri. Saya sih yakin bahwa 20 tahun ini peluang kita untuk saling mengenal itu sudah ada, sudah selesai. Cuma untuk memulainya melakukan itu ya harus dimulai.

Ada konflik, ada ide besar di internal yang dianggap kepetingan personal. Lalu muncul tanggapan publik dengan mengatakan ini bentuk kekecewaan atau ketidaksiapan membagun ruang diskusi maupun ruang berdemokrasi di internal sehingga memaksa mengambil sikap lari dari nuansa internal PKS. Nah, labelisasi ini bagaimana menurut Ustadz?

Sebagai gaya pandang sah-sah saja jika berpendapat seperti itu, tapi ketika kita punya mimpi kan sah-sah juga untuk mewujudkan mimpi kita sendiri kan

Pandangan seperti itu kan berproses, karena memang bagaimana cara keluar dari sebuah cara pandang konflik untuk mewujudkan sebuah mimpi besar memang tidak sederhana.

Ini sebenarnya idenya sudah ada sejak 2010 dan dibahas bahwa PKS sebagai partai terbuka. Tapi kan tantangannya tidak sederhana bahwa untuk menjadi sebuah partai yang terbuka, masih ada polemik di dalam.

Sebagiannya bahwa ‘ada ide ini terlontar ternyata tidak ketemu cara pandang di dalam’, kita bahasakan begitu lah. Karena masing-masing punya keyakinan dengan caranya itu bisa sukses.

Maka berujunglah misalnya menjadi daya konflik, apalagi kita punya masalah internal di 2013, kasus sapi, tapi kan kemudian dalam perjalanannya alhamdulillah ini bisa, tidak sampai habis ceritanya.

Ustadz Anis ini terus membagun komunikasi dengan para pemimpin bangsa sehingga terbentuklah Garbi, begitu.

Dengan alternatif Garbi sebagai harapan baru dari pilihan masyarakat Indonesia, apa langkah setelah terbentuk ormas, apakah akan mengkristal menjadi partai politik?

Ceritanya memang tidak hitam-putih begitu ya, karena untuk membawa sebuah ide besar, membawa Indonesia ke pentas dunia menjadi anggota lima besar itu kan gak mungkin kita sendirian dan gak mungkin juga sarana dengan ormas harus ada sarana dari partai politik.

Jadi ide membuat partai politik ya bagian dari sebuah perjalanan untuk menyuarakan suara itu.

Dan kemungkinan itu akan terwujud, bahwa Garbi akan bertransformasi menjadi partai politik?

Tidak harus dengan Garbi, mungkin akan dibuat dengan lembaga yang lain. Garbi ya tetap Garbi. 

Karena untuk menyampaikan sebuah ide besar ini kan tidak semua orang harus partai politik dan tidak mungkin kita libatkan orang itu untuk masuk ke partai politik. Tepatnya ini adalah gerakan pemikiran.

Kita ini kan sekarang, bicaranya bukan kompetisi. Bicaranya itu sekarang bagaimana meyakinkan semua elemen atau dengan istilahnya teman-teman PKS juga bahwa kita ini punya kepentingan besar untuk nasib bangsa ini.

Untuk meyakinkan ini tidak sederhana ya, karena masing-masing punya latar belakang yang dianggap personal, kelembagaan gitu ya.

Meyakinkan ide ini bahwa kita perlu bersama memikirkan nasib bangsa ini, bahwa bangsa ini punya potensi besar, kita hargai bahwa semua elemen juga punya potensi yang besar lalu bagaimana kita saling berperan dengan potensi kita masing-masing, kita rajut menjadi sebuah kekuatan besar yang bisa menyelamatkan bangsa ini dalam perjalanannya ke depan.

Baca: PKS Aceh Persilakan Garbi Berkompetisi

Dan kita perkirakan, perjalanan kita ke depan ini tidak sederhana. Ada iklim global yang mereka sekarang sedang menghadapi sebuah krisis, krisis global yang tidak menutup kemungkinan ke depan akan menjadi sebuah suasananya yang semakin kacau, gitu kan.

Bahkan kemudian bisa terjadi peperangan, perang ketiga mungkin bisa terjadi. Nah kalau kita sekarang ini kita tidak merancang, merajut, ketika kita menghadapi masa-masa seperti itu kira-kira bagaimana, kalau tidak ada upaya merajutnya ini bisa makin kacau ke depan.

Jadi kita tidak melihat PKS-nya lagi karena kita lihat di PKS ini banyak disalahpahami. Bahwa publik bebas membaca apa saja ya, bebas, sah-sah saja ya.

Bahwa ide yang ingin kita sampaikan ini lebih sering disalahpahami, bahkan kemudian lebih cenderung kita diharapkan menyingkir lah dari situ. Jadi upaya berkomunikasi sudah berlanjut, kemudian malah disalahpahami. 

Udah lah jika kita hidup terus-menerus dalam kondisi disalahpahami, mendingan kita bekerja.

Saya mendengar kata ‘disingkirkan’, apakah ini label yang orang-orang PKS berikan untuk orang-orang Garbi seperti juga istilah ‘pengkhianat’ terhadap titah perjuangan PKS?

Iya, banyak lah kalimat-kalimat seperti itu, gak enak lah diulang-ulang begitu kan

Tapi prinsipnya mau mengakhiri sebuah era konflik ini, kalau mau bicara ke depan, menyampaikan sebuah bahasan besar ini kan melatih kita menjadi dewasa. Seharusnya begitu.

Bagaimana untuk lebih dewasa itu kita selesaikanlah yang namanya perselisihan, kesalahpahaman, kemudian kita buktikan dengan kerja.

Adapun nanti di awal-awal kerja ini disalahpahami karena kecewa, karena apa, itu sah-sah saja di dunia demokrasi. Yang penting jangan sampai demokrasinya hilang.

Ya, kita sebenarnya sangat menikmati suasana berdemokrasi dan sampai kemudian ada orang yang dengan pendapatnya kita jadi tidak suka. Enggak, justru kita senang dengan sekian pendapat itu.

Dan ini menjadi pemacu untuk bisa berkomunikasi untuk lebih luas lagi, karena yang kita harapkan ke depan ini adalah ide ini mendapatkan respon dari berbagai macam pihak lalu semua elemen mau membuka diri untuk berdialog. Karena kita selalu mengajak dialog, berkomunikasi dengan segala elemen.

Kan, kunci masalahnya kalau kita mau merajut sebuah kesatuan bangsa ini kita membuka dialog. 

Dan kita akui semua elemen ini punya potensi bisa jadi lebih baik dari yang kita miliki, ada mutiara terpendam di bangsa ini.(Ikbal Fanika)

Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda