Beranda / Berita / Aceh / Putusan Bebas Haris-Fatia: Azharul Husna Soroti Solidaritas Rakyat dan Tantangan ke Depan

Putusan Bebas Haris-Fatia: Azharul Husna Soroti Solidaritas Rakyat dan Tantangan ke Depan

Selasa, 09 Januari 2024 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Biyu

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, atau akrab disapa Nana, memberikan tanggapan tajam terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang membebaskan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari tuduhan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Nana menilai apa yang terjadi kemarin sebagai bukti nyata solidaritas masyarakat sipil terhadap kebenaran, menjadikan kemenangan ini bukan semata-mata kemenangan hukum, melainkan kemenangan rakyat atas kebenaran.

"Tetapi kita tidak cukup dengan bahagia dulu, sebab ada banyak sekali kasus pembungkaman atas kebebasan berpikir dan berpendapat," tegasnya, menyoroti tantangan lebih besar terkait kebebasan berpendapat di Indonesia.

Dirinya menegaskan, vonis bebas Haris-Fatia, menurut Nana, harus menjadi momentum pembelajaran bersama terhadap problematika dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 

Ia menyoroti revisi terbaru UU ITE yang juga dianggap bermasalah karena pembahasannya yang tertutup dan minim partisipasi publik. Poin krusial yang dibahas adalah Pasal 27, yang masih memuat perkara pencemaran nama baik.

"Dari pengalaman yang sudah ada, pasal berkaitan pencemaran nama ini terus saja menuai kriminalisasi baik terhadap aktivis, jurnalis, whistleblower hingga masyarakat sipil yang menyuarakan aspirasinya. Artinya, perjuangan kita masih panjang, karena tantangan begitu pelik ke depan," paparnya.

Menurut Nana, putusan hakim ini juga harus dilihat dari sisi dugaan keterlibatan pejabat publik, dalam hal ini Luhut Binsar Pandjaitan, dalam bisnis pertambangan di Papua. 

Ia menekankan bahwa hal tersebut bukanlah sekadar tudingan, melainkan sebuah fakta yang seharusnya menjadi fokus penyelidikan lebih lanjut.

Tanggapan Nana ini mencerminkan keprihatinan mendalam terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia dan menegaskan perlunya perubahan nyata dalam undang-undang yang berkaitan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda